Senin, 29 September 2014

Aku Cintanya Sama Kamu

       Semua berawal saat aku pindah sekolah dan menjadi siswa SMP. Tak kusangka perasaan yang kurasakan sampai saat ini terjadi. Perasaan yang tak pernah dapat ku leyapkan dari otak dan pikiran ku saat ini. Perasaan yang selalu menyiksaku dari tahun ke tahun.
“Dapat salam dari temanku.” kata kata itu yang tak pernah ku lupa sampai saat ini. Sampai sudah 6 tahun ini kata-kata itu masih saja terngiang di telingku. Kata yang pernah diucapkan seseorang pertama kali bertemu.
Waktu berlalu begitu cepat, hingga tidak terasa sudah 2 tahun aku duduk di bangku SMP. Suatu ketika… bel istirahat berbunyi, seluruh anak-anak bergantian keluar kelas begitu pula dengan ku diikuti teman-teman yang lain. Dengan menaiki anak tangga kami berhamburan dari kelas dengan tujuan yang sama yaitu kantin. Tiba-tiba seseorang menghampiriku serta membisikan sesuatu di telingaku kemudian berlalu seraya tersenyum. Entah apa yang ku fikirkan saat itu, jantungku tiba-tiba berdetak makin kencang dan cepat, seluruh tubuhku terasa kaku hingga tak mampu melangkah, mataku enggan beranjak memandangi langkahnya yang semakin menjauh.
“Ray.” panggil seseorang tiba-tiba mengejutkanku dan membuyarkan segala lamunanku. dengan memasang wajah terkejut aku hanya mampu menoleh dan tersenyum sipu terhadap Wita. yah.. suara yang mengejutkanku itu adalah teman sebangku denganku yang sebenarnya sejak tadi memang sudah ada di sampingku. mungkin jika tidak disadarkannya tadi aku sudah terjatuh dari anak tangga ni.
“kenapa si Ray” tambahnya lagi pesaran dengan sikapku barusan. “ngomong apa cowok itu sama kamu?.” lanjutnya menghujaniku dengan pertanyaan tanpa membiarkanku menjawab dulu satu persatu.
“ah, gak kok, yuk ke kantin.” jawabku seraya menariknya lanjut berjalan ke kantin.
Semenjak pertemuan tempo hari itu, perasaan deg deg an di hatiku ini tak kunjung hilang. rasanya jantung ini terus berdetak cepat dan tak karuan bahkan lebih kencang dari awal pertama rasa ini tumbuh. apakah ini yang dikatakan banyak orang cinta pada pandangan pertama? apa iya ini yang namanya jatuh cinta? tapi saat itu umurku baru menginjak 13 tahun, rasanya belum terlintas apa itu yang namanya jatuh cinta. aku langsung buru-buru membuang fikiran runyam kala itu dengan mempunyai sebuah argumen bahwa kalau memang itu cinta aku yakin itu hanyalah cinta monyet.
Entah dimulai darimana dan dari sebab apa tak disangka kami malah menjadi akrab, kami menjadi teman baik mekipun dia adalah siswa SMA, kami cukup dekat terlebih ada salah satu temannya yang menyukai diriku membuat kapasitas pertemuan kami menjadi terbilang sering. Selain itu salah satu dari mereka adalah saudara sepupuku tambahlah keakraban kami. mereka adalah 3 sahabat, Fery cowok yang kubicarakan sejak tadi, Riyadi cowok yang menyukaiku serta Sanusi sepupuku.
Wita teman sebangku denganku serta teman-teman lainnya sudah mengetahui perihal tentang Riyadi, hampir semuanya meledekku dan selalu menyebut-nyebut nama riyadi begitu juga Fery dialah yang mengatakannya padaku terlebih dahulu, sungguh situasi yang tak ku inginkan kala itu, mengapa tak ada yang memahamiku bahwa aku sudah punya pilihan lain, tidakkah dia sadari bahwa bukan sahabatnya yang ku perhatikan sejak awal. Tak ku sangka keadaan menjadi rumit saat Riyadi menyatakan cintanya padaku, awalnya aku sudah sangat yakin untuk tidak menjalin suatu hubungan spesial dengannya karena bukan dialah yang kuinginkan.
Suatu ketika kudengar kabar yang sangat mengejutkan, tapi mungkin ini hanya mengejutkan untukku, hatiku bagai disambar petir hancur berantakan.
awalnya aku bertanya “Yadi, kayanya Fery deket ya dengan Kia?”
“loh, emangnya selama ini kamu gak tau mereka jadian.” sungguh jawaban yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, bagai dihimpit ratusan bahkan ribuan manusia yang membuat dada ini menjadi begitu sesak, bahkan rasanya bibir ini tak mampu bergerak kembali. jawaban apa yang barusan ku dengar? pertanyaan apa yang ku layangkan tadi? ternyata rasa yang kufikir hanyalah cinta monyet ini masih melekat di hatiku, sehingga hati ini begitu kacau mendengar hal tersebut. kekacauan itu tak berakhir disitu saja, bayangkan aku harus melihatnya setiap hari bersenda gurau dengan wanita lain, melihat senyum yang telontar dari bibirnya yang manis itu untuk wanita lain, melihatnya begitu perhatian terhadap wanita lain. Rasanya lebih baik dicambuk ratusan kali dibandingkan harus berada disituasi seperti ini.
Kia, yah… itulah nama wanita beruntung itu. wanita yang mampu memikat hati fery orang yang selama ini kuperhatikan. Dia adik kelas Fery dan adik kelasku juga, gadis berkulit putih mulus, berwajah mungil duduk di kelas 1 SMA 2 tahun lebih muda dari Fery.
“Ray..” panggil Riyadi heran melihat raut wajahku saat ini “kamu baik-baik aja kan?” lanjutnya memeperhatikanku.
Eh, gak apa-apa kok.” jawabku sambil memaksakan bibir ini tersenyum meskipun mata ini sudah menunjukan terdapat kristal kristal yang sepertinya akan segera keluar jika tak ditahan. Namun entah apa yang merasukiku kala itu, aku tak sedikit pun berniat tuk menjauh darinya, tak terfikir olehku jika aku tak dapat melihatnya lagi, hanya satu yang kufikirkan saat itu yaitu bagaimana caranya aku dapat tetap dekat dengannya meskipun ia milik orang lain dan tanpa menimbulkan kecurigaan sedikitpun di antara kami. Akhirnya kuputuskan untuk menerima Riyadi menjadi kekasihku.
Keakraban kami semakin jauh bahkan kami sering pergi bersama-sama, makan dan jalan pun hampir kami lakukan bersama-sama. Tidak hanya aku dan Riyadi juga Fery dan Kia tapi juga dengan Sanusi dan Tia. Tia adalah sahabat Kia yang amat sangat menyukai Sanusi tapi sayang Sanusi tidak menyukainya namun mereka berkomitmen untuk tetap behubungan baik dan membiarkan perasaaan mereka mengalir mengikuti arus yang ada, tidak beda halnya denganku cintanya bertepuk sebelah tangan tapi ia lebih beruntung karena Sanusi mengetahui segala isi hatinya dan menghargai perasaannya dengan tetap selalu menemaninya kapanpun Tia butuh. Itu semua adalah buah hasil keberanian yang ditunjukan Tia, wanita yang berani mengungkapkan terlebih dahulu pernyataan cinta berbeda denganku yang hanya mampu memandanginya dari kejauhan dan mencintainya diam diam.
Banyak sudah kenangan-kenangan yang kami lalui, dari jalan-jalan ke daerah senin sekedar cari buku-buku pelajaran yang murah meriah, jalan-jalan keragunan, pergi ke rumah teman serta main di tengah sawah. itu semua kami lakukan bersama-sama. Dilihat dari kejauhan seperti tiga sepasang kekasih yang sangat bahagia, namun tetap saja perasaan ku terhadapnya tak pernah berubah dan selalu ia yang kupandang dan kuperhatikan acap kali kami pergi bersama. Bahkan tak jarang aku diliputi rasa cemburu tatkala aku harus melihat ia dengan kekasihnya di depanku. Semua itu berlangsung secara terus menerus hingga kami sama-sama duduk di kelas 3.
Kemudian di semester akhir hubunganku mulai retak yang mengharuskanku berpisah tanpa kata dengan Riyadi. Meski begitu aku tak merasa terluka bahkan rasa yang kurasakan bukan lah terluka melainkan rasa bersalah terhadap Riyadi yang selama ini hanya kumanfaatkan. Yang selama ini ada di sampingku namun tak pernah kulihat sedangkan perasaanku padanya tetap tumbuh subur di hati. Sampai akhirnya kudengar berita keretakan hubungannya.

“Fery, lagi apa?” tukasku membuka obrolan saat kulihat ia sedang duduk sendiri di pinggir lapangan tempat kami biasa berolahraga. Kami sudah jarang bertemu semenjak keretakan hubunganku dengan Riyadi. Kami saling sibuk satu sama lain yang sama-sama sedang menghadapi ujian sekolah.
“Hey Ray, lagi istirahat ni bis main bola sama anak-anak.” sahutnya dengan senyuman manisnya yang pernah kutemui pertama kali melihatnya. “baru datang yaa.” lanjutnya meneruskan obrolan.
“iya… Fery putus ya sama Kia?” kuberanikan ikut campur dalam masalah percintaannya.
“iya, Ray,”
Entah ekspresi apa yang harus ku keluarkan di hadapannya saat ini. Apa aku harus berbahagia karena itu berarti aku masih dapat kesempatan yang pernah kuharapkan dulu, atau ikut bersedih dengannya. “memangnya kenapa Fery?” kucoba menata hatiku untuk tetap berusaha perduli.
“Dia bilang aku gak perhatian, kami bertengkar karena badminton Ray.” Tak kusangka ia mau berbagi cerita denganku. Badminton memang adalah hobinya, cowok berbintang scorpio ini sangat hobi dengan badminton wajar kalau Kia kekasihnya itu cemburu karena bagi Fery pertandingan badminton sangat penting. Oh ya ia juga sangat menyukai J-rock dan menyukai sepak bola. Ia juga suka makanan pedas dan pandai bermain gitar.
Sungguh amat tak kusangka pertemuanku saat itu adalah pertemuan terakhir kami. Setelah itu kami tak lagi banyak bicara apalagi bertemu, bahkan sampai di acara perpisahan sekolah aku hanya mampu memandanginya dari kejauhan. Kala itu ia mengenakan kemeja kotak-kotak pink merah bermain gitar di acara perpisahan dengan memainkan beberapa lagu. Pemandangan ini kini akan menjadi salah satu kenangan terindahku di masa sekolah. Kenangan manis saat ia meledekku dengan kata-kata yayank, sikapnya yang cuek terhadapku tatkala sama-sama menyantap es doger dengan sendok yang sama serta segala tingkah jailnya yang tak akan mungkin kulihat lagi.
Kini aku sudah lulus sekolah, dan bekerja menjadi karyawati sebuah perusahaan swasta. Hidupku berjalan lancar dan sungguh menyenangkan, sebagai pekerja aku disibukkan dengan aktifitas di pekerjaan. Meski sekarang hidupku sudah jauh lebih baik tapi Fery tak pernah luput dari otakku, aku masih sangat amat rapi menyimpan foto2nya serta masih mengikuti segala kegiatannya setelah lulus. Aku tahu dia lulus sekolah kuliah dimana, aku tahu dia masih belum memiliki kekasih setelah cintanya dengan Kia kandas. Aku masih trus memperhatikannya meskipun lewat facebook atau sekedar bertanya pada temannya yang kebetulan kutemui. Bahkan alih-alih menerima cinta dari lelaki lain dan mencoba mencintai lelaki lain tak jua menghilangkan perasaan ini.
Sampai suatu ketika ia komentari statusku di facebook, yang kemudian berujung tukaran nomer telefon, tanpa kami sadari kami sering komunikasi, suatu ketika tepatnya malam minggu.
Masih di tempat kerja Ray
Tiba tiba sms meluncur di hpku. Betapa terkejutnya kala itu hati ini, betapa bahagianya setelah kubaca pesan tersebut.

Masih, pulangnya jam 10an Fery. Fery sendiri lagi apa?
Bunyi balasan yang kulayangkan padanya disertai senyuman manis di bibirku yang sebenarnya tak mungkin dilihat olehnya. Smsan terus berlanjut sampai berujung pada tawaran untuk menjemputku.
Ya Allah… sedang mimipikah aku saat ini? Sedang berhayalkah aku sekarang? jika memang ini mimpi tolong jangan pernah bangunkan aku, jangan pernah buatku terjaga dari tidur yang menyenangkan ini.
Gumamku penuh dengan harapan. Jantungku rasanya semakin cepat berdetak perasaan yang sama dengan 6 tahun yang lalu kala ia pertama kali menghampiriku. Tak mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan yang selama 6 tahun ini aku tunggu aku pun menerima tawarannya untuk menjemputku.
Kami menyusuri malam tanpa berbicara, rasanya mulut enggan mengucapkan kata-kata. Dengan melihatnya dari belakang saja sudah membuatku amat bahagia. Kami berhenti untuk makan bakso, tak ada yang banyak kami bicarakan kami hanya saling bertanya kabar satu sama lain.
“kok diam aja, Ray?” tukasnya membuka obrolan.
Aku hanya mampu tersenyum dan mencoba tuk tetap tenang menyantap bakso yang sedang ku makan.
“Fery kurusan ya…” aku beranikan tuk menciptakan pembicaraan di antara kami meskipun rasanya tenggorokan ini sudah susah menelan.
“aahh, masa si, Ray…” sahutnya dengan tambahan senyuman itu. “malahan ini naik loh..” tambahnya.
Kedekatan kami berlanjut, sudah 3 kali malam minggu ia menjemputku tapi hanya sekedar sampai disitu saja rasanya ingin sekali kukatakan apa yang kurasakan selama ini, ingin sekali ku ucapkan apa yang harusnya ku ucapkan saat 6 tahun yang lalu. Mungkinkah kali ini adalah kesempatan kedua yang diberikan untukku.
Suatu hari turun hujan sangat deras tepat jam pulang kerjaku saat itu, karena sudah malam dan hujan, angkot yang biasa kutumpangi jadi jarang, alhasil aku menunggu cukup lama. Tiba tiba ia sms dan menanyakan apakah aku sudah di rumah.
“Belum ni, Fer, hujannya deres banget angkotnya jadi lama banget.” Bunyi sms balasanku.
“kriiinnggg…” tidak lama kemudian hpku berdering.
“halo, Ray lagi dimana? udah dapet angkotnya?.” tak kusangka suara itu adalah Fery, Fery di balik suara yang menghujaniku dengan bertubi-tubi pertanyaan dengan nada yang sepertinya penuh dengan perhatian. “Ray, hujannya deres banget niii, emang gak ada yang jemput?” lanjutnya terus bertanya tanpa menunggu jawabanku untuk pertanyaan yang sebelumnya.
“iya ni deres, gak ada Fer.” jawabku dengan nada panik serta perasaan bahagia di tengah deresnya hujan.
“ya udah emang lagi dimana, tunggu deh. Fery jemput ya.”
Bagai melihat pelangi di tengah hujan, laksana berada di tengah-tengah ladang bunga rasanya ingin sekali aku langsung katakan “IYA”, iya Fery aku menunggu mu disini, cepatlah datang Fery.
Namun entah apa yang merasuki tubuhku kala itu, pada akhirnya yang ku katakan adalah sebaliknya, apa yang ku katakan bukanlah yang ingin ku katakan. Aku hanya telah membuang kesempatan yang telah ku tunggu selama ini. Aku benar-benar tidak bisa memanfaatkan situasi saat itu. Rasanya amat sangat menyesal sekali.
Suatu hari aku minta tolong pada temanku untuk masukan foto-foto dalam akun facebookku, ku berikanlah password facebookku padanya karena kala itu aku belum mempunyai laptop atau hp yang bisa ku gunakan utuk upload foto. Tapi tak kusangka temanku itu telah merubah pengaturan privasiku tanpa sepengetahuanku, ia merubah bahwa aku telah menjalin hubungan dengannya.
Aku tidak mengetahui hal itu sampai pada saat ku terima sms dari seseorang.
“Ray, selamat yaa… itu cowok kamu ya, ternyata kamu udah punya cowok ya?.” Dalam sekejap hatiku hancur berkeping-keping, bagaimana bisa Fery mengirimkan sms seperti itu. Bagaimana bisa ia mengatakan hal demikian disaat hatiku ini hanya miliknya.
“Ngomong apa si Fery, cowok mana?.” balasku dengan sungguh ketidak tahuanku akan hal ini.
“Itu di facebook kamu telah berpacaran,”
Setelah aku melihat akun facebook saat itu betapa kagetnya aku, langsung buru-buru ku hapus.
“Salah paham deh Fery, itu bukan kekasihku waktu itu minta tolong masukan foto.”
“Gak usah malu gitu kali, selamat ya.”
Rasanya ingin aku menemuinya dan katakan semuanya, ingin langsung ku bilang bahwasanya aku cintanya sama kamu. Namun kemudian aku berfikir untuk apa aku menjelaskan padanya sedangkan sepertinya ia tak tertarik mendengarkan. Terlebih saat kemudian ku lihat dia telah membatalkan pertemanan kami, tak kulihat lagi ia menjadi teman di akun facebookku. Tanpa menunggu penjelasanku, tanpa berkata apa-apa lagi, tanpa mencoba tuk mendengarkanku ia menghapus kontakku dalam akun facebooknya. Satu-satunya tempat dimana selama ini aku dapat tetap tahu keberadaannya meskipun tak saling bertemu, tempat dimana aku melepas rasa rinduku padanya hanya dengan melihat foto-fotonya dan tempat dimana aku dapat tahu apa yang sedang ia kerjakan dengan melihat status status yang ia tulis.
Ia telah mendorongku jauh dari kehidupannya dengan membatalkan pertemanan kami di facebook. yang juga membuktikan bahwa ia memang tidak pernah mengharapkan kehadiranku. aku memang terlalu berfikir banyak. namun pertanyaan yang ada dalam hatiku tak pernah hilang.
Apakah ia akan bilang iya jika waktu itu kukatakan suka?
Apakah ia akan menoleh jika saja kukatakan bahwa ia yang ku suka?
Apakah ia marah atau cemburu saat ia tahu bahwa aku telah memiliki kekasih?
Sampai kapanpun pertanyaan-pertanyaan itu tak akan mungkin terjawab. Aku tak mungkin memiliki kesempatan yang ketiga. Tapi aku cukup puas pernah menyukainya. Jika ada kesempatan lagi entah di lain kehidupan aku hanya ingin katakan AKU CINTANYA SAMA KAMU.




Unsur Intrinsik

1.        Tema
Kehidupan percintaan

2.        Alur / Plot / Jalan cerita
Alur maju

3.        Karakter / Penokohan
Ray        : Sabar, ceria, pintar memendam perasaan
Fery       : Ceria, jahil, perhatian
Riyadi   : Sabar, perhatian
Sanusi    : Ceria
Kia        : Ceria
Tia         : Pemberani, ceria

4.        Setting / Latar peristiwa
-      Waktu    :      siang dan malam hari
-      Tempat  :      sekolah, perkantoran, lapangan
-      Suasana :      gembira, sedih

5.        Amanat
Berlaku dan berkata jujurlah sebelum terlambat dan berubah menjadi penyesalan

6.        Sudut pandang
Orang pertama pelaku utama


Unsur Ekstrinsik

1.        Latar Belakang Pengarang       :
2.        Unsur religius                           : Berdoa kepada Tuhan YME
3.        Unsur Psikologis                      :
4.        Unsur Pendidikan                    : Bersekolah

Nilai-Nilai Dalam Kehidupan Sehari-Hari

1.    Nilai Moral   : Jujur dalam mengungkapkan perasaan
2.    Nilai Sosial   : Membantu memasukkan foto-foto ke dalam facebook

3.    Nilai Religi   : Berdoa kepada Tuhan YME

Minggu, 28 September 2014

LUKA DIBALIK PELANGI

Cerpen karangan : Widia Lestari


Mentari perlahan naik ke timur. Menggantikan bulan yang kini terlihat samar. Langit yang merah diam-diam terganti dengan bitu yang cemerlang. Tak jarang burung-burung bertengger di pepohonan untuk menghirup udara segar di hari minggu ini. Namun, tak selamanya langit cemerlang. Di tengah ramainya orang berlari pagi terdengar suara gemuruh. Tak seperti pemandangan biasanya dalam keadaan matahari terus bersinar terang gerimis turun mengiringi. Aku mengurungkan niat lari pagiku bersama Kak Ardi.
Dari dalam rumah aku meraih tirai jendela dan menggesernya. Aku terdiam menatap butiran air hujan yang turun menyentuh tanah, melihat kekompakan butiran-butiran yang turun. Subhanallah, lirihku. Tak lama aku menutup tirai dan berjalan menuju kamar. Setengah berjalan aku enggan lagi melangkah. RETTT!! Hujan berhenti seketika dan sekilat itu. Aku segera meraih gagang pintu dan melihat ke luar rumah.
“Kak Ardi kemari!! Ada pemandangan yang indah di pagi ini” aku berteriak
“ada apa sih, de? Memang hujannya sudah berhenti?” ucap Kak Ardi sambil keluar dengan tergesa-gesa.
Kak Ardi mentapku lembut, dan penuh kesejukan.
“Nisa, itu namanya pelangi”
“Pelangi? Apa itu pelangi kak?” tanyaku polos
“Pelangi itu kenampakan alam yang paling indah, sayang. Suatu saat nanti juga kamu akan mengerti.” Sambung ibu yang dating tiba-tiba
“Kok aku jarang melihatnya ya, bu?” tanyaku lagi
“Sayang, kan ibu sudah bilang suatu saat nanti kamu akan mengerti. Bahkan jika kamu menginginkan kamu bisa melihat pelangi setiap hari” terang ibu
“Oh ya?” mataku berbinar
Ibu hanya tersenyum kecil sambil mengelus rambutku. Kak Ardi mengangkatku ke atas dan memutarkan aku sampai aku merasa sedang terbang bebas ke angkasa.
9 tahun kemudian…
Umurku kini menginjak usia tiga belas tahun. Aku telah mengerti siapa pelangi, walau hanya sedikit. Ya menurutku pelangi itu, indah penuh pesona, dan menawan.
Saat aku sedang terbang jauh ke dunia khayal, ada bayangan mendekat, semakin dekat, dan seperti menyergap. GREP! Mataku ditutup oleh tangan mulus berbau khas. Kak Ardi, pikirku. Aku membukanya liar, kak Ardi berlari. Dengan penuh semangat aku mengejarnya. Tak lama dari itu aku merasa dadaku sesak, dan napasku tersendak.
“hosh… hosh.. Kakak, udah dong capek!” aku terengah-engah
Seketika itu Kak Aedi berhenti.
“Nisa? Kamu kenapa? Kamu pucat!” kak Ardi terkejut
“aku, hh…h…hh lelah kak”
Kak Ardi mendekatiku. Namun perlahan semuanya samar, menghilang sekejap. Mataku tertutup.
“ibuuuuu…” Spontan kak Ardi teriak
Tak lama aku mulai menangkap cahaya. Meski samar aku melihat kak Ardi dan ibu. Mataku terbuka, tubuhku masih lemas, ubun-ubunku masih nyut-nyutan, tanganku tak berdaya, dan napasku kembali tersendak.
“ibu? Kak Ardi? Kenapa menangis?” lirihku
“ade yang tabah ya, sayang” isak kak Ardi
“kenapa?” butiran air mataku mulai merembes di pipi
“sayang, kamu terkena.. terkena.. pe.. penyakit..ka… hiks hiks” ibu tak sanggup melanjutkan
“kenapa ibu? Kenapa?” aku semakin tersedu
“kanker darah. Kamu terkena gejalanya. Jenis leukemia limfositik” tangis ibu semaikin hambur
Kabar itu menyambar kepalaku bagai Guntur yang menghentakkan lapisan bumi sampai ke akarnya. Begitu dahsyat. Kabar ini terlalu cepat untukku. Melebihi cepatnya banjir yang menerjang perumahan di sudut kota. Kabar ini membuatku hancur. Melebihi hancurnya Negara yang dilanda puting beliung. Kabar ini membuatku rapuh. Semangat hidupku kendur, aku tak yakin bisa menapaki jejak kehidupan lebih lama lagi. Aku mengenal nama itu. Nama leukemia. Peluang untuk hidupnya sangatlah kecil. Kabar ini membuatku terpukul. Melebihi pukulan seorang petinju menghantam lawannya. Perih begitu perih, sungguh malang nasibku. Aku harus rela tubuhku digerogoti penyakit ganas itu, penyakit yang aku benci seumur hidup.
“sayang, kamu masih bisa sembuh. Dengan cemothrapy dan pemberian obat rutin. Kamu bisa sembuh sayang, ini baru gejala” terang ibu
Aku hanya kembali terisak. Meratapi aliran hidup yang terus melaju ke tengah lautan. Aku tak bisa berkata, kak Ardi pun sama. Di ruangan ini hanya isak memecah segalanya.
Satu bulan berlalu. Cemothrapy dan pemberian obat telah dokter rutinkan. Namun penyakit yang menggerogoti tubuhku tak kunjung hilang. Malah kelenjar lymapku tak berfungsi lagi. Ya, di bawah leherku terjadi pembengkakan. Berat badanku turun tiga kilo setiap tiga harinya. Bayangkan! Betapa kurusnya aku. Hanya tersisa tulang yang cukup pucat. Aku masih terbaring di rumah sakit.
Aku semakin terpukul, ingin rasanya aku menyudahi kenyataan yang begitu memahitkan. Semua tersa sudah tak berguna lagi. Membuang-buang biaya bila pada akhirnya aku harus kalah oleh penyakit itu. Aku memukuli kasur dan meronta. Kak Ardi yang berada di sampingku terbangun.
“Nisa, dengerin kakak. Kamu gak boleh kayak gitu, kamu gak boleh nyalahin takdir. Kamu harus sabar Nisa” kak Ardi memegang tanganku
“Aku gak nyalahin takdir kak, tapi aku menagisinya. Kenapa kayak gini sih kak? Apa salah Nisa kak, kenapa Nisa kayak gini?”
Kak Ardi memlukku erat. Tak lama dari itu CKLEK! Terdengar suara dorongan pintu. Aku menoleh mendapatku ibu dan temanku. Ya itu Noura dan Falsetya.
“Nisa, aku selalu berada di barisan semangatmu. Bersabarlah terus Nis..” ucap Noura bergetar
“Iya Nis, kamu sembuh pasti. Sembuh. Kita janji kalau kamu sembuh, akan kembali melihat pelangi bersama” lanjut Falsetya
Aku hanya mengangguk perlahan dan tersenyum sebisanya. Aku tak kuasa menahan tangisku. Hambur semuanya bersama perihnya kenyataan.
“sayang, hari ini kamu pulang ke rumah. Kita perawatannya di rumah saja” sambung ibu
“iya bu. Lagian aku udah gak betah.”
Ibu menatap aku. Tangannya yang halus dan sentuhannya yang lembut memegang keningku. Ibu menciumku penuh cinta.
Matahari tepat berada di atas kepala. Langit cerah pucat. Semilir angin menyibak gorden kamarku. Sangat perlahan awan hitam bergerak menggantikan awan putih. Suara bergemuruh telah terdengar seantero dari langit. Kutatap lekat-lekat wajah siang hari ini. Mendung, namun matahari mengiringi.
Gerimis turun pelahan. Perlahan butiran airnya jatuh hingga suara rinciknya terdengar semakin keras. Tampaknya, hujan semakin deras. Alirannya semakin terjal. Aku berharap aliran-aliran ini menyapu rasa gundahku, menghapus segala jejak kepedihanku. Namun kutahu, air hanyalah air. Tak mungkin berubah menjadi mukjizat atas penyakitku.
Hari ini Noura dan Falsetya berada di rumahku. Bukan hanya hari ini, tapi setiap hari.
“Batal dong kita ke kebunnya nis,” olok Noura agar aku membatalkan pergi
“jadi. setelah hujan reda” lirihku
Matahari terus berduel dengan hujan. Dan tampaknya hujan harus kalah dengan matahari. Pelan-pelan butiran airnya yang turun semaik pelan, hingga tak ada. Hujan reda. Mataku langsung berbinar-binar. Dengan keadaan sangat lemah kupaksakan bangun, namun Kak Ardi yang berada di sampingku mencegahnya.
“kamu masih lemah, gak boleh ke mana-mana. Gak boleh pergi” ucap kak Ardi tegas.
“kak.. kakak sayang gak sama Nisa?”
“sayang banget nisa… sayang”
“makanya kak, please! Sekali ini saja. Sekali saju aku menikmati indahnya dunia luar. Hanya hari ini saja kak, aku janji. Hanya kali ini saja. Aku yakin hari ini ada pelangi. Aku ingin melihatnya kak”
“Nisa. Tapi benar apa yang dikatakan kak Ardi. Di luar takut tiba-tiba hujan” sambung Falsetya membela
Namun hati kak Ardi keburu luluh. Air matanya meleleh di pipi. kak Ardi cepat mengambil kursi roda, dan membopongku menaikinya. Tergerak kursi roda itu keluar.
Saat itu juga, jendela dunia terbuka lagi. Ingin rasanya aku kembali berlari, berjingkrak mengiringi hembusan angin yang segar seperti dulu. Tak lama, tiba-tiba napasku sesak, Noura menyadari keadaanku.
“Nisa? Astagfirullah kenapa?” tanyanya panik
Mamun aku coba menetralisir keadaan. Hingga mereka benar-benar takpercaya aku tidak kenapa-napa.
“Nisa, pelanginya indah ya?” gumam kak Ardi
Aku mengangguk kecil.
“kak Ardi, Noura, ataupun Falsetya. Waktu kemarin aku bermimpi. Entah mengapa aku merasa bahagia sekali karena aku sudah berada di ujung perjalananku. Ya, aku berlayar dimulai dari tepi pantai, ke tengah, hingga aku sudah sampai di ujung pantai. Tapi aku sedih kak, karena kakak, noura, falsetya, dan ibu tak ingin ikut denganku. Aku sangat sedih, karena merasa kesepian. Nah, kira-kira apa ya maksud dari mimpi itu?” aku bicara ngelantur
Kak Ardi yang mendengarnya terkejut. Bibirnya bergetar.
“Nisa sayang, ke mana pun kamu pergi, ke ujung dunia, atau ke dasar lautan pun akan kakak sanggupi untuk ikut dengan Nisa. Mungkin mimpi Nisa tak mengandung makna yang dalam”
“iya nis, aku juga” jawab Falsetya dan Noura hampir berbarengan.
Sesaat itu juga kak ardi memelukku sangat erat. Air mataku kini merembes di pipi. Aku rasa ini ujung hariku, hari terakhirku melihat pelangi. Semuanya kurasa sudah cukup. Mataku yang bening menatap ke arah Noura dan Falsetya. Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi. Aku hanya menangkap kilatan cahaya putih, gelap. Dan tertutup untuk selama-lamanya. Nyawaku telah sirna. Pelangi menjadi saksi atas kepergianku. Kak Ardi menyadari napasku tak berhembus lagi. Kak Ardi perlahan melepaskan pelukannya.
“innalillahi wa inna ilaihi roojiun. Nisaaaaaaa”
Kini aku sudah berada di dunia yang berbeda. Dunia ini sangat beda dengan dunia sebelumnya. Mungkin inilah doaku yang terjawab oleh Rabbku. Aku diperintahkan untuk pergi duluan dan menanti semuanya si Surga yang indah

Unsur Intrinsik

1.      Tema : Penyakit ganas yang menimpa seorang gadis

2.      Alur/plot : alur yang terdapat dalam cerita ini adalah alur maju.
Tahap perkenalan : Tokoh Nisa melihat pelangi 9 tahun yang lalu dan tak tahu apa itu pelangi yang sesungguhnya
Tahap konflik : Tokoh Nisa mengetahui bahwa ia menderita penyakit ganas yaitu leokimia limfositik
Tahap penyelesaian : Tokoh Nisa meninggal dunia dengan tenang dan bahagia

3.      Karakter/penokohan :
Ka Ardi : Tokoh Protagonis, 
                  Watak :Baik hati,penyabar
Nisa        : Tokoh protagonist,
                  Watak :baik hati,penyabar,tidak mudah menyerah,ceria
Naura     : Tokoh protagonist,
                  Watak:  baik hati,periang
Falsetya : Tokoh protagonist,
                  Watak : baik hati
Ibu          : Tokoh protagonist,
                  Watak :baik hati,penyabar

4. Setting      : a. Waktu : Pagi hari dan sore hari
b. Tempat : Tempat yang ada di dalam cerita ini adalah di rumah dan di rumah sakit
c. Suasana : Suasana di dalam cerita ini adalah haru dan sedih

5.    Amanat : Tetap tabahlah dalam menghadapi semua cobaan yang ada dalam hidup seberat apapun                       cobaan itu.


6. Sudut Pandang : Sudut pandang dalam cerita ini adalah orang pertama pelaku utama

7. Gaya bahasa : Gaya bahasa yang digunakan penulis mudah dimengerti oleh pembaca

Ekstrinsik

1.               Nilai moral : Nilai moral di dalam cerita ini adalah tetap tabah dalam menghadapi cobaan seberat apa pun beban yang kita tanggung .

2.                Nilai agama : Nilai agama di dalam cerita ini adalah agama islam,ini dikarenakan perilaku dan ucapan tokoh mencerminkan agama tersebut

3.              Nilai sosial  : Nilai sosial di dalam cerita dapat dilihat dari percakapan antara tokoh Nisa,Naura,Falestya dan Ka Ardi yang mendukung Nisa untuk melawan penyakitnya.  

4.         Kondisi psikologis  : Kondisi psikologis di dalam karangan cenderung haru dan sedih. Ini dapat terlihat dari kondisi suasana di dalam cerita

Inneke Aulia
XII IPA 4



Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik

Perjalanan Terindah

       Di kesunyian, alarm berbunyi. Teralunkan musik merdu, terdengar bersemangat berjudul Sang Pemimpi. Mataku sedikit terbuka, pertanda mimpi indah malam ini telah usai. Jam menunjukkan pukul 03.00. Aku tetap terbaring, bukan berarti malas. Kuhayati setiap lirik musik yang kudengarkan, penuh dengan makna. Aku masih terbaring, kukumpulkan semangatku saat itu. Musik reff terdengar, semangatku semakin berkumpul. Ku terbangun  dan langsung kubuka jendela kamarku. Angin pagi berhembus menyegarkan, walaupun memang masih gelap. Bibir ini berbisik, ucapan do’a tanda syukurku atas dibangunkannya jasad ini dari alam yang tak kukenal. Aku siap melewati hari ini.
            Aku berjalan menuju ruang makan, kulihat ibu telah menyiapkan makan sahur. Hari ini hari senin, sudah menjadi amalan andalan kami untuk berpuasa setiap hari senin dan kamis. Ku tersenyum pada ibu, kuteruskan langkahku untuk membasuh muka, menyegarkan wajah kusutku seusai bangun tidur. Berdua saja kami duduk di depan meja makan, aku dan ibuku.
            “Sudah siapkah semua barangnya, Nak?” tanya ibuku.
            “Tentu saja sudah, Bu. Tinggal berangkat saja”, jawabku.
            “Hati-hati ya kalau sudah di sana. Terus hubungi ibu, takut terjadi apa-apa” ucap ibuku, sedikit khawatir.
            “Tenang saja, Bu. Lily bisa jaga diri kok, insya Allah”, ujarku.
            “Baguslah kalau begitu. Seusai shalat subuh, ayah akan langsung mengantarmu ke stasiun”.
            Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Kulanjutkan membereskan apa saja yang harus ku bawa. Aku mungkin terlalu keasyikan, setelah shalat subuh aku malah terdiam dan merenung. Bersama kesunyian aku membayangkan, mimpiku ternyata bisa terwujud. Dengan keadaan keluarga yang apa adanya, aku bisa kuliah tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun. Di dalam lamunanku, aku terkejut.
“Neng!” ucap ayahku dengan kerasnya.
“Iya Ayah?” jawabku kaget.
“Ayo, sudah pukul lima. Nanti terlambat masuk kereta” ucap ayahku cemas.
“Oh, baiklah Ayah”.
         Dengan menaiki motor yang begitu khas suaranya, kami mulai berangkat. Ibu tak ikut mengantarku, katanya dia harus menjaga rumah. Lagipula tak bisa bila harus menaiki motor  dengan tiga orang penumpang sambil membawa barang yang cukup banyak, sungguh hal yang mustahil.
“Jaga diri baik-baik, Nak. Banyak berdo’a. Tetap semangat, jangan lupa ibadahnya”, nasehat dari ibuku.
“Baik, Bu. Do’akan saja Lily semoga semuanya bisa barakah bagi kehidupan Lily” ucapku, dengan mata yang cukup berkaca-kaca.
“Iya, Nak. Ibu pasti akan selalu mendo’akanmu. Kalau begitu lekaslah, takut ketinggalan kereta”, ucap ibuku dengan air matanya yang menetes.
“Kalau begitu kami berangkat dulu, Bu. Assalamu’alaikum”, ucap ayahku.
“Wa’alaikumsalam”, jawab ibuku.
Aku pun bersalaman dengan ibu, begitupun ayah. Air mata membasahi pipi ibu. Aku mengerti, memang seperti itulah perasaan seorang ibu. Air mataku pun ikut terjatuh, hatiku luluh. Segera ku bergegas menaiki motor sambil menghapuskan air mataku. Begitu dinginnya subuh itu. Namun untungnya aku tetap merasakan kehangatan, dari jaket pemberian ibuku dan dari hangatnya punggung ayahku.
         Kereta beberapa menit lagi berangkat. Aku berlari dengan kencangnya bersama ayahku, membawa barang yang cukup berat. Tepat di depan pintu kereta aku berdiri.
“Hati-hati ya Nak. Kalau ada apa-apa hubungi ayah atau ibu. Banyak berdo’a di jalan. Musafir do’anya sangat mustajab. Kabari ayah kalau sudah sampai”. ucap ayahku dengan lembutnya.
“Baik, Ayah. Doakan Lily ya”, ucapku tersenyum, namun dengan air mata yang menetes.
Ayah mengangguk. Aku masih tetap tersenyum. Tepat saat itu, kereta mulai berjalan. Aku pun masuk, kucari tempat duduk yang masih kosong, tepat di pinggir jendela. Kulihat ayahku masih berdiri, menunggu keberangkatan kereta hingga sampai jauhnya. Aku masih tetap tersenyum bersama linangan air mata. Ayahku, ibuku, dan juga desa yang kucintai ini pasti akan amat kurindukan. Di dalam hati aku semakin bertekad, aku harus bisa menggapai cita-citaku dengan baik. Ikhtiar dan do’a, sudah pasti harus selalu kulakukan.
Perjalanan di dalam kereta memang amat membuatku nyaman, menurutku. Apalagi dengan duduk tepat di pinggir jendela. Di pagi hari yang cerah, pemandangan yang indah tentu sudah sangat cukup untuk menyegarkan penglihatan ini. Asri, indah nan permai. Inilah salah satu tanda kekuasaanNya. Sesekali ku beranjak dari tempat dudukku, melangkah menuju pintu kereta. Angin berhembus, menerpa hijab biru mudaku, menggerakkan bibirku hingga akhirnya dapat tersenyum refleks, tanpa sadar. Di depan mataku terlihat sawah yang terhampar luas. Langit biru, bersama para awan dan juga burung yang beterbangan semakin memperindah suasana ini.
“Maaf Mba, bisakah Anda menyingkir dulu dari sini?”, ucap seorang lelaki berbaju merah dengan celana jinsnya yang begitu rapi, ditambah dengan sepatu ala boybandnya berwarna matching dengan kaos merahnya. Aku sedikit ilfeel dengan gayanya saat berbicara itu. Ditambah gaya pakaiannya yang seperti orang kota. Memang tampan, namun raut wajahnya seperti orang yang angkuh. Itulah pemikiranku, sebagai seseorang yang sederhana.
“Kalau ga mau, gimana?”, ucapku sinis.
“Maaf mba, hati-hati kalau berdiri di situ, berbahaya”.
Aku terdiam. Di hatiku terjadi perdebatan. Aku menganggapnya orang kota yang angkuh, namun setelah kulihat ternyata ucapannya terasa lembut. Aku bingung, namun saat itu aku lebih memilih sinis kembali padanya. Orang kota dengan gaya seperti itu pastilah sombong, dan terkadang selalu menyakiti hati orang-orang yang sederhana, apalagi perempuan sepertiku. Bila dia memang berlaku baik padaku, dia pasti memiliki maksud yang tidak baik. Seperti apa yang dikatakan orang-orang di sekitarku, dan juga sesuai dengan pengalaman pribadiku, bahwa laki-laki yang terlihat angkuh namun memiliki wajah yang tampan, pastilah dia selalu menyakiti hati seorang wanita.
Lelaki itu berkata “Maaf mba, berbahaya berdiri di situ, saya hanya memberi tahu. Lagipula....”, aku memotong ucapannya.
“Maaf ya mas, kalau bahaya ya biar saja. Lagipula berbahaya buat saya, bukan buat Mas!” ucapku semakin sinis.
“Tapi mba..”
“Tapi apa? Jangan paksa saya dong!” ucapku dengan lebih sinis lagi.
“Maaf Mba, silakan jika mau tetap berdiri di situ. Tapi...”, ucapannya dipotong lagi olehku.
“Tapi apa?” sentakku. Aku tahu ini tidak baik, tapi aku tetap pada pendirianku yaitu berlaku sinis kepada laki-laki, apalagi yang belum kukenal.
“Mohon maaf sekali Mba, saya mau lewat ke gerbong sebelah. Saya sudah ditunggu oleh teman saya. Sebentar saja Mba, kalau saya sudah lewat, silakan kalau Mba mau berdiri lagi di situ”, ucapnya dengan sopan.
        Aku cukup malu sebenarnya. Dia begitu lembut padaku, tapi aku malah menyentaknya. Akupun melangkah menjauhi pintu kereta itu dan kembali ke tempat dudukku. Dia pun melewat.
“Makasih, Mba” ucap lelaki itu sambil tersenyum.
Aku tersenyum kecil. Aku pun melangkah, dalam hati aku masih ingin tetap berdiri di sana. Kutengok ke arah belakangku, kulihat lelaki itu malah berdiri di tempat dimana aku berdiri tadi kemudian tersenyum. Aku sedikit kesal, kemudian akupun menghampirinya.
“Katanya mau lewat, nyatanya kamu malah berdiri di situ!” teriakku padanya.
“Oh, iya maaf Mba. Cuma mau berdiri sebentar, sekarang pun mau ke gerbong sebelah. sekali lagi maaf ya, Mba” ucapnya dengan begitu ramah. Dia pun berjalan meninggalkan gerbong yang ku tempati, menuju gerbong sebelah. Aku terdiam. Aku pun berdiri kembali di pintu kereta sambil melihat pemandangan dari setiap jalan yang kulewati. Akupun dapat tersenyum kembali dengan melihat semua itu.
         Dari pagi sampai siang, gerbong yang ku tempati memang penuh. Namun ternyata lama-kelamaan, penumpang satu persatu turun dari kereta. Gerbong mulai kosong, maklumlah memang tujuan yang ku tuju adalah stasiun pemberhentian akhir, jadi aku harus tetap duduk di kereta hingga stasiun akhir, yaitu di Malang. Cukup sepi juga. Aku masih tetap asik melihat pemandangan sambil duduk di kursi dekat jendela kereta. Aku merenung dan terkadang tersenyum sendiri. Kulihat kembali lelaki berkaos merah tadi, duduk di dekat pintu gerbong sambil memegang kamera SLRnya. Dia memotret segala yang ada di sekitarnya, dan dia seperti memotret ke arahku. Rasa suudzon mulai muncul kembali di dalam hatiku, sepertinya dia hendak mengambil fotoku. Bagaimana bisa aku membiarkan seseorang yang tak kukenal mengambil foto wajahku. Aku pun beranjak dari tempatku, dan langsung menghampirinya.
“Kamu mengambil foto-fotoku? Buat apa, kamu orang asing, berani-beraninya mengambil fotoku!” ucapku dengan nada yang cukup tinggi. Dia hanya terdiam. Aku pun merebut SLR di tangannya. Kulihat foto-foto yang tadi dia ambil. Ternyata bukan fotoku, ada beberapa foto yang kulihat dan itu adalah foto-foto pemandangan di sepanjang jalan yang telah dilewati. Seketika itu dia merebut kembali SLRnya dengan wajah yang sinis. Aku amat tak berkutik waktu itu. Dia sepertinya kesal padaku. Aku terdiam, aku merasa amat bersalah.
“Maaf, Mas”, ucapku. Tanpa melihat wajahnya, aku langsung berlari ke tempat dudukku. Aku malu.             Mengapa aku harus suudzon kepadanya, ditambah lagi kejadian tadi pagi saat aku menyentaknya. Semakin ku mengingatnya, semakin ku merasa bersalah padanya. Perjalanan masih jauh, aku belum shalat dzuhur. Biarlah, mungkin nanti bisa diqashar. Kereta berhenti di sebuah stasiun, menunggu penumpang yang akan segera masuk. Sesekali pengamen dan juga para pedagang masuk. Seorang anak kecil datang menghampiri penumpang dan memberikan amplop yang bertuliskan sesuatu.
Bapak/Ibu, mohon kasihani kami. Kami belum makan, kami lapar. Mohon minta keikhlasannya. Semoga amalan Bapak/Ibu diterima di sisi Allah, Amin.
Itulah kata-kata yang tertulis di amplop itu. Hati kecil ini merenung, betapa kerasnya kehidupan mereka. Kulihat dompetku, tak begitu banyak uang di sana. Kusisihkan sedikit saja, mungkin dapat membantu mereka. Mereka tidak mungkin berbohong, kalaulah memang mereka berbohong, aku yakin bahwa mereka membutuhkan uang dari orang lain. Sungguh hatiku tersentuh melihat anak kecil itu.
           Sesekali aku melihat ke ujung kereta, duduk seorang lelaki berkaos merah tadi. Teringat kembali rasa bersalahku tadi. Aku hanya diam. Walaupun begitu, aku masih tetap saja ingin berdiri di dekat pintu kereta. Akupun berdiri kembali di sana, di dekatku duduk lelaki itu. Namun dia tidak menolehku sedikitpun, dia sepertinya  marah padaku.Aku pun memakluminya bila dia bersikap seperti itu padaku. Handphone ku bergetar, ku kira ada telepon dari ayah atau ibu, ternyata hanya sms dari operator seluler. Aku terdiam kembali, aku lupa tidak mengisi pulsaku, jadi aku hanya bisa menunggu telepon dari orang tuaku.
Aku kembali merenung, melamun. Itulah kebiasaanku di waktu senggang, memikirkan berbagai hal, memberaikan segala fantasi yang ada di benakku. Aku terkejut. Lelaki berkaos merah itu menghampiriku dan langsung membawa handphone yang ku pegang. Dia berlari keluar dari gerbong kereta. Aku refleks mengejarnya keluar. Dia tersenyum. Aku kelelahan, sambil berlari aku berteriak.
“Hey kamu! Kembalikan handphoneku! Mau kau apakan handphoneku. Heyy!”. Dia menoleh, kemudian tersenyum kembali. “Sini saja ambil, kejar dong!”.
“Aku cape! Kamu siapa sih! Tolong jangan ambil hp itu. Aku masih memerlukannya untuk menghubungi keluargaku. Heeeeey!”, teriakku dengan lebih kencangnya lagi.
Dia malah berlari semakin kencang. Apa boleh buat, akupun harus berlari dengan kencang pula. Tapi jangan diremehkan, akupun bisa berlari dengan kencang, maklum juara estapet se-kecamatan pada saat sd. Aku semakin sulit mengejarnya. Aku tak tahu seberapa jauh aku berlari, yang pasti aku harus mendapatkan handphoneku. Di suatu tempat dia berhenti. Aku menghampirinya dengan nafas yang terengah-engah.
“Kok berhenti! Kenapa gak lari lagi aja sih sekalian! Puas kan!” teriakku dengan begitu kerasnya.
“Santai aja, Mba. nih Hpnya”, ucapnya sambil tersenyum.
“Loh, maksud kamu apa sih! Bawa hp saya, terus sekarang dikembalikan lagi. Ga ada kerjaan ya emangnya ......”, ucapanku berhenti. Dia memegang dahuku, dan mengarahkannya ke segala arah di sekitarku. Dia pun tersenyum. Seketika aku berkata, “Subhanallah”.
Tanpa aku sadari, aku telah berlari jauh dengannya hingga tiba di sebuah taman yang penuh dengan bunga. Keadaannya yang amat bersih dan asri membuatku terkesima tanpa batas. Aku tersenyum, terdiam, menengadah ke arah langit biru. Sungguh, inilah salah satu keindahan atas segala kekuasaanNya yang lain. Fatahmorgana alam yang begitu menyejukkan, jutaan warna yang berbeda, hidup membentuk sebuah kesatuan yang begitu luar biasa. Renunganku itu membuatku lupa akan segalanya untuk beberapa saat. Setelah itu aku teringat kembali akan suatu hal.
“Mengapa kau membawaku kemari, Mas?” tanyaku pada lelaki berkaos merah itu.
“Sudahlah, tak usah banyak tanya. Nikmati keindahan dari Sang Pencipta ini”, ucapnya sambil tersenyum.Dia memegangku dan membawaku lari. Dia tertawa, akupun tertawa. Aku tak tahu pasti mengapa aku tertawa, mungkin karena di dalam hati kecilku tumbuh perasaan yang amat membahagiakan. Dia membawaku berlari di sekitar taman, memetik banyak bunga yang berwarna-warni.
“Tunggu, Mas. Saya belum shalat. Bisakah kita shalat dahulu”, ucapku.
“Astagfirullohaladzim, saya pun lupa Mba. Baiklah kita shalat terlebih dahulu. Di sekitar sini ada mesjid”, ucapnya dengan raut wajah yang menyejukan hati.
Kami berjalan, melangkah di jalan yang penuh dengan pohon. Daun beguguran diterpa angin yang bertiup dengan begitu lembutnya. Kesejukan hati ini amat dapat kurasakan. Beberapa menit kami berjalan, kami pun tiba di sebuah mesjid. Subhanallah, mesjid yang megah dan indah. Para jamaahnya pun banyak, ada yang sedang membaca Al Qur’an, ada yang sedang duduk beristirahat, dan masih banyak lagi. Kami pun shalat berjamaah di sana.
Seusai shalat, kami berjalan-jalan kembali. Sesekali kami membeli dagangan yang ada di sekitar taman, seperti es krim, roti bakar, dan yang lainnya. Tempat singgah yang terakhir yaitu di bawah pohon yang amat rindang, di sebuah ayunan sederhana, kami duduk bersama.
“Mengapa kau mengajakku kemari?” tanyaku padanya.
“Tak apa, aku hanya ingin merasakan bisa dekat denganmu saja”, jawabnya.
“Memangnya mengapa? Kau tak mengenalku bukan?”, tanya ku kembali.
“Tentu saja tidak. Tapi saat aku melihat wajahmu, sepertinya ada suatu hal yang kurasakan. Perasaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya”, jelasnya.
“Memangnya perasaan apa? Kamu itu memang aneh ya”, ujarku.
“Ternyata kamu itu bawel ya. Tapi bikin asyik juga” ucapnya tersenyum kembali.
“Maaf ya atas perlakuanku tadi”, ucapku menyesal.
“Sudahlah, tak usah terlalu difikirkan. Tak usah minta maaf, ekspresi wajahmu saat kau kesal padaku bukan membuatku kesal padamu. Aku malah ingin tersenyum sendiri bila mengingatnya”, ujarnya.
“Yah, gausah ngegombal lah. Eh iya, aku hampir lupa. Aku kan sedang dalam perjalanan menuju Malang. Ya Allah, tasku masih di dalam kereta. Pasti kereta telah meninggalkanku sejak tadi! Astagfirullohal’adzim”, ucapku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku pun berlari meninggalkan lelaki itu. Dia memegang tanganku.
“Tak usah terburu-buru. Kamu masih punya waktu sekitar satu jam lagi” ucapnya seakan menghiburku.
“Satu jam lagi? Bagaimana bisa? Kereta pasti sudah berangkat dari tadi!” ucapku dengan nada cukup tinggi.“Memang sudah berangkat” ujarnya malah tersenyum.
“Terus, aku gimana? Ini dimana? Bagaimana aku bisa sampai ke Malang. Ditambah lagi barangku masih ada di kereta. Aku mau ke stasiun sekarang”.
           Akupun berlari meninggalkannya. Dia mengejarku, aku berlari lebih kencang lagi sambil menangis. Aku takut, aku takut tak bisa sampai menuju cita-cita yang kutuju. Lelaki berkaos merah itu berhasil mengejarku.
“Mau kemana, Mba?” ucapnya khawatir.
“Tentu aku mau ke stasiun. Aku mau ke Malang. Kamu siapa berani mencegahku? Kamu mau menculikku?” teriakku padanya.
“Ya Allah Mba. Sabarlah dulu”, ucapnya semakin khawatir.
“Maaf Mas. Aku ketakutan”, ucapku kemudian terdiam.
“Tak usah takut Mba. Ada Allah SWT bersama Mba”, ujarnya. Aku terdiam.
 “Jangan khawatir Mba. Barang Mba sudah saya bawa. Pemberangkatan menuju Malang akan dimulai pukul 17.00. Tiket sudah saya pesankan. Nanti saya antarkan ke stasiun. Untuk sekarang izinkan saya menemani Mba sebelum jadwal pemberangkatan dimulai. Saya takut terjadi apa-apa pada Mba”, jelasnya dengan penuh perhatian.
“Benarkah?”, ucapku. Dalam tangisku aku tersenyum. Dia sungguh lelaki yang baik. Aku tak tahu siapa dia, tapi aku bisa merasa nyaman dengannya. Dia hanya mengangguk, setelah itu kami berjalan-jalan kembali ke tempat yang lebih menakjubkan lagi. Hingga akhirnya, jam menunjukan pukul 16.45. Aku harus segera ke stasiun.
“Terima kasih ya Mba atas hari ini”, ucapnya dengan wajah yang berseri-seri.
“Justru aku yang berterima kasih. Maaf telah merepotkanmu”, ucakpku.
Dia tak berkata apapun, hanya tersenyum kecil. Aku berdiri di pintu kereta. Perlahan kereta berjalan. Dia memberikan sehelai amplop, entah berisi apa. Senyumnya melebar. Aku semakin menjauh darinya. Seketika aku lupa menanyakan suatu hal. “Siapa namamu?” teriakku. Dia menjawab, namun tak terdengar olehku. Yang ada hanyalah tersirat senyum manis di bibirnya yang seakan terus mengikutiku saat di dalam kereta kemudian merasuki fikiranku. Aku melangkah menuju kursi dekat jendela kereta. Kubuka amplop yang dia berikan. Isi dari amplop itu adalah foto-fotoku saat berdiri di dekat pintu kereta. Ternyata memang benar, dia mengambil foto-fotoku. Aku tersenyum. Aku bisa merasakannya, merasakan kehangatan tangannya, lembut suaranya, dan senyuman menawan di wajahnya.
          Perjalanan ini akan selalu kuingat, perjalanan terindah di dalam hidupku. Sejak saat itu, aku semakin merasakan indahnya hari-hariku. Aku tak tahu dia ada dimana. Yang pasti, untuk saat ini yang harus aku lakukan adalah menggapai cita-citaku. menjadi kebanggaan orang tuaku dan dapat menjadi manfaat bagi orang lain. Aku yakin, suatu saat dia akan datang kembali. Entah kapan, tinggal menunggu waktu yang tepat dari Sang Pencipta. Inilah keyakinan hatiku. Semoga kita dapat bertemu kembali, dengan kisah yang indah dan diridhai oleh Nya

Unsur-unsur Intrinsik

1.    Tema                     : Cinta / Kasih Sayang
2.    Alur                       : Maju
                                       Karena peristiwa yang terjadi pada cerpen tersebut berjalan sesuai urutan                                              waktu yang maju tanpa adanya cerita tentang peristiwa di waktu yang                                                    sebelumnya atau yang pernah terjadi sebelumnya.
3.   Sudut Pandang      : Orang pertama pelaku utama
                                      Karena tokoh yang ada pada cerpen tersebut berperan sebagai “aku” yang                                             merupakan tokoh utamanya.
4.   Penokohan            : - Lily  : dengan watak: baik/ solehah, keras kepala, terkadang mudah marah,                                                      selalu bersikap suudzon.
                                      -  Ibu    : dengan watak perhatian dan penyayang.
                                      - Ayah  : dengan watak lemah lembut dan penyayang.
                                      - Lelaki berbaju merah : dengan watak lemah lembut, penyayang, murah                                                                                       senyum, sopan santun dan romantis.

5.   Latar/ setting         : - Tempat : - Di kamar
                                                        - Di ruang makan
                                                         - Di stasiun kereta
                                                         - Di taman bunga
                                                         - Di masjid
                                       - Waktu   : - Dini hari
                                                         - Pagi hari
                                                         - Siang hari
                                                         - Sore hari
                                       - Suasana : - Sunyi
                                                          - Nyaman
                                                          - Indah menakjubkan
                                                          - Ramai
  6.  Gaya Bahasa           : Hiperbola, karena terdapat banyak kata yang sekan-akan dilebih-lebihkan                                              agar terasa lebih dari biasanya
  7.  Amanat                   : Jangan berprasangka buruk terlebih dahulu kepada orang lain sebelum kita                                            mengetahui kebenaran yang sebenarnya dari orang tersebut.
                                                       
 Unsur-unsur Ekstrinsik

1.     Nilai yang terkandung pada cerpen
        -  Nilai sosial  : Interaksi atau komunikasi harus bisa dilakukan dengan baik agar tidak ada                                            kesalahfahaman
       -  Nilai agama : Rasa suudzon seharusnya dihilangkan terlebih dahulu bila memang tidak                                               mengetahui kenyataannya.
       -  Nilai moral  : Bersikap sopan sudah menjadi salah satu norma yang berlaku di lingkungan                                           yang diceritakan pada cerpen.

2.      Lingkungan pengarang
Sesuai dengan cerpen yang ditulis pengarang, kemungkinan keadaan lingkungan dari pengarang yaitu kehidupan yang religius, penuh norma dan sopan santun, serta kehidupan yang indah dengan suasananya.

3.     Identitas pengarang
 Cerpen “Perjalanan Terindah” ini disusun oleh seorang pelajar asal Garut yang bernama Zulfa Fadila. Lahir di Garut tanggal 27 Oktober 1996 dari sepasang orang tua yang bernama Drs. Agus Juanda dan Ika Supartika. Zulfa merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara. Saat ini masih menjalani pendidikan di SMAN 2 Garut semester akhir. Zulfa merupakan alumni dari SMPN 1 Leles, SDN Leles 1 dan TK Pelita.
Zulfa bukan seorang penulis pada umumnya, dia hanya pelajar biasa. Hanya saja menulis sudah mulai menjadi hobinya saat di SMA, namun tidak begitu diperdalam. Zulfa hanya menyalurkan hobinya melalui cerita-cerita pendek yang ditulis pada entri blognya yang berjudul “Sebening Ketulusan Hati”. Dia aktif di beberapa organisasi di SMA namun tidak mempunyai prestasi yang begitu banyak. Harapannya untuk saat ini yaitu bisa melewati masa transisinya di kelas XII SMA, bisa melaksanakan UN dengan sukses, serta bisa diterima di perguruan tinggi negeri favoritnya yaitu di ITB jurusan teknik fisika. Untuk saat ini, dia belum bisa meneruskan posting atau berbagi cerita yang lainnya karena fokus akan tujuan jangka pendeknya saat ini.

Ringkasan Cerita

            Lily, seorang wanita yang solehah serta taat pada kedua orangnya tinggal di sebuah kota yang sederhana.Dia mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikannya ke Perguruan tinggi negeri yang ada di Malang. Dia berangkat sendiri ke Malang dengan menggunakan kereta api. Saat di jalan, dia bertemu dengan lelaki berkaos merah yang dia sangka bahwa laki-laki itu adalah lelaki asal kota yang amat angkuh. Sikap sinis dan pemarahnya mulai ia munculkan kepada lelaki itu.
            Namun ternyata lelaki itu tidak seburuk yang difikirkan oleh Lily. Lelaki itu bahkan amat baik, ramah, dan sopan serta perhatian. Saat kereta berhenti, lelaki itu membawa Lily ke berbagai tempat yang indah dan tak disangka. Seharian mereka menghasbiskan waktu bersama. Satu hal yang amat disayangkan, mereka bisa saling dekat namun itu hanya sementara.
            Setiap pertemuan tentu akan ada perpisahan. Mereka berpisah pada sore hari karena Lily harus meneruskan perjalanannya menuju Malang untuk menggapai cita-citanya. Walaupun lelaki berkaos merah itu tidak ia kenal, tapi dia bisa merasakan cinta yang tak biasa. Akhir yang tak begitu indah, mereka saling berpisah dalam keadaan tidak tahu nama masing-masing. Namun Lily yakin bahwa lelaki itu akan datang kembali dengan jalan Allah yang mungkin lebih indah dari perjalanan terindah yang dia lewati hari itu.

Unsur instrinsik Dan Ekstrinsik Cerpen "Bangkit"

Cerpen Karangan: Alfred Pandie

1.    Unsur Intrinsik cerpen ‘‘Bangkit’’

1.Tema: Jangan mudah putus asa / kehidupan

2.Latar:
   -Waktu : Malam hari

3.Sudut pandang : orang pertama sebagai pelaku utama.
    -Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan mengisahkan      tentang dirinya sendiri.

4. Nilai :
    -Nilai Moral : Saat tokoh ‘aku’ menyadari selama ini  hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya bersyukur dengan apa yang telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karna diluar sana masih banyak orang yang kekurangan.

    -Nilai Perjuangan = Pria pemabuk berjuang bertahan hidup di jalanan yang keras. Di kehidupan nyata banyak orang yang melakukan apapun untuk berjung hidup. Kita harus berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras ini.

     -Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamatkan tokoh ‘aku’ yang akan terjun dari jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita saat menghadapi masalah kita seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.

5.Amanat :
a. Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup.
b. Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.
c. Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan kadang dibawah.
d. Jangan lari dari permasalahan.
e. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
f. Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit

2.    Unsur Ekstrinsik cerpen “Bangkit”

1. Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakatt saat mereka gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis ingin menginspirasi/memotivasi orang-orang dalam menghadapi kerasnya hidup melalui ceritanya.

2. Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di masyarakat. Banyak orang yang bunuh diri karena putus asa maka penulis menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah cerpen.

3. Masyarakat pembaca : Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen ini karena cerpen ini  mengandung masalah-masalah yang ada di masyarakat dan masih banyak orang yang memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.

Ringkasan Cerita
 Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh kesunyian malam.  Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap. Cahaya bulan malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Konflik dengan orang tua karena tidak lulus sekolah. Hari ulang tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa di kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan. Teman-teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus menebarkan senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku menghapus air mataku yang jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
          Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang tergiang-ngiang merobek otak ku.
“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini.” beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja ku matikan karena kesal atau muak.
Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.
“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku minta duitnya..” seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan,
 Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan menyerahkan padanya. “ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!” Aku melemparkan tas ke hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan iapun menghilang di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air suangai yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
       Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan bunga mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan adikku yang berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia memulai.“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini. Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya arti bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.
Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan ini harus berakhir
Tamat

cerpen indonesia beserta unsur intrinsik dan eksterinsik

UNSUR INTRINSIK
·        Tema  :  percayalah pada niat baikmu
·        Latar  :
Tempat   :  dalam bis(dalam perjalanan) dan di kampung
Waktu     :  tiga tahun setelah kepergian martini ke Arab Saudi
Suasana  :   diawal cerita suasana yang timbul basa saja, tetapi pada pertengahan cerita suasana yang timbul
                     Menegangkan karena adanya konflik yang timbul ketika tokoh utma bermimpi
·        Plot/alur  :  alur cerita itu adalah alur maju(episode) karena jalan cerita dijelaskan secara runtut. Pada awal cerita
                    diawali dengan pengenalan tokoh, kemudian si tokoh bermimpi, pada mimpinya timbul suatu    
                    pertentangan  yang berlanjut ke konflik(klimaks) dilanjutkan dengan antiklimaks dan pada akhir cerita
                    terdapat penyelesaian.
·        Perwatakan  :
 Tokoh utama(martini) :  wataknya yang sabar,lembut ,pekerja keras,  bertanggung jawab terhadap
                                            keluarga,  hal ini di tunjukan dari penjelasan tokoh,penggambaran fisik tokoh serta            
                                            tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama
Tokoh pembantu  :
                                      Mbok  : sabar
                                      Andra  :  patuh terhadap orang tua
                                      Mas koko  :  tidak bertanggung jawab terhadap keluarga
·        Sudut pandang : orang ketiga
·        Mood/suasana hati : kecurigaan,kesabaran,kecemburuan,penyesalan,kebahagiaan
·        Amanat :
                        -Seharusnya  suami bertanggungjawab untuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya
                        -Jangan dulu bersikap su’udzon kepada seseorang bila belum ada buktinya
                       - Keuletan dan kesabaran dalam bekerja  akan membuahkan hasil yang baik
                       - Selalu  berniat baik untuk mendapatkan ridho Allah swt
UNSUR EKSTRINSIK
·        Nilai moral :
 Dalam cerpen tersebut terdapat kandungan nilai moral yaitu seseorang haruslah bersikap huznudzon terhadap   sesama manusia, karena husnudzon  mencerminkan akhlak serta budi pekerti yang baik.
·        Nilai Sosial-budaya :
 cerita pada cerpen tadi mempunyai kaitan yang  sangat erat  dengan kehidupan kita sehari-hari.  Bahwa kebanyakan orang yaitu wanita pergi merantau ke negeri orang demi membantu perekonomian keluarga seperti  menjadi TKW, sedangkan suaminya menunggu dirumah, untuk dikirimi uang dari istrinya tanpa berpikir , susahnya mencari uang dinegeri orang, sedangkan dia sendiri tidak bekerja. Namun, hal ini bertolakbelakang dengan budaya serta tradisi, bahwa yang wajib mencari nafkah untuk keluarganya adalah suami. Karena suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, jadi ia harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Tetapi, hal ini rupanya sudah banyak terjadi di masyarakat, sehingga tidak jarang pula orang-orang yang menjumpai hal tersebut.

Minggu, 14 September 2014

resensi buku non fiksi

KETIKA BUMI MENGGELIAT       



             

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang di alami selama periode waktu. Gempa Bumi diukur dengan menggunakan alatSeismometer. Moment magnitudo adalah skala yang paling umum di mana gempa Bumi terjadi untuk seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala yang di laporkan oleh observatorium seismologi nasional yang di ukur pada skala besarnya lokal 5 magnitude. kedua skala yang sama selama rentang angka mereka valid. gempa 3 magnitude atau lebih sebagian besar hampir tidak terlihat dan besar nya 7 lebih berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah yang luas, tergantung pada kedalaman gempa. Gempa Bumi terbesar bersejarah besarnya telah lebih dari 9, meskipun tidak ada batasan besarnya. Gempa Bumi besar terakhir besarnya 9,0 atau lebih besar adalah 9,0 magnitudo gempa di Jepang pada tahun 2011 (per Maret 2011), dan itu adalah gempa Jepang terbesar sejak pencatatan dimulai. Intensitas getaran diukur pada modifikasi Skala Mercalli.


Berdasarkan Penyebab








Gempa bumi tektonik


Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di Bumi, getaran gempa Bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian Bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.


· Gempa bumi tumbukan


Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke Bumi, jenis gempa Bumi ini jarang terjadi


· Gempa bumi runtuhan


Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.


· Gempa bumi buatan


Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.


· Gempa bumi vulkanik (gunung api)


Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.






Berdasarkan Gelombang/Getaran Gempa


· Gelombang Primer


Gelombang primer (gelombang lungitudinal) adalah gelombang atau getaran yang merambat di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7-14 km/detik. Getaran ini berasal dari hiposentrum.


· Gelombang Sekunder


Gelombang sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang atau getaran yang merambat, seperti gelombang primer dengan kecepatan yang sudah berkurang,yakni 4-7 km/detik. Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui lapisan cair.






Penyebab terjadinya gempa bumi


Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi.


Gempa Bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut. Gempa Bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa Bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.


Beberapa gempa Bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa Bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa Bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam Bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas Bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa Bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.






Akibat gempa bumi


· Bangunan roboh


· Kebakaran


· Jatuhnya korban jiwa


· Permukaan tanah menjadi merekat dan jalan menjadi putus


· Tanah longsor akibat guncangan


· Banjir akibat rusaknya tanggul


· Gempa di dasar laut yang menyebabkan tsunami


Cara menghadapi gempa bumi


Bila berada di dalam rumah:


· Jangan panik dan jangan berlari keluar, berlindunglah dibawah meja atau tempat tidur.


· Bila tidak ada, lindungilah kepala dengan bantal atau benda lainnya.


· Jauhi rak buku, lemari dan kaca jendela.


· Hati-hati terhadap langit-langit yang mungkin runtuh, benda-benda yang tergantung di dinding dan sebagainya.


Bila berada di luar ruangan:


· Jauhi bangunan tinggi, dinding, tebing terjal, pusat listrik dan tiang listrik, papan reklame, pohon yang tinggi dan sebagainya.


· Usahakan dapat mencapai daerah yang terbuka.


· Jauhi rak-rak dan kaca jendela.


Bila berada di dalam ruangan umum:


· Jangan panik dan jangan berlari keluar karena kemungkinan dipenuhi orang.


· Jauhi benda-benda yang mudah tergelincir seperti rak, lemari, kaca jendela dan sebagainya.


Bila sedang mengendarai kendaraan:


· Segera hentikan di tempat yang terbuka.


· Jangan berhenti di atas jembatan atau dibawah jembatan layang/jembatan penyeberangan.


Bila sedang berada di pusat perbelanjaan, bioskop, dan lantai dasar mall:


· Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan.


· Ikuti semua petunjuk dari pegawai atau satpam.


Bila sedang berada di dalam lift:


· Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Lebih baik menggunakan tangga darurat.


· Jika anda merasakan getaran gempabumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol.


· Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah.


· Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia.


Bila sedang berada di dalam kereta api:


· Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak


· Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta


· Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan


Bila sedang berada di gunung/pantai:


· Ada kemungkinan lonsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat aman.


· Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.


Beri pertolongan:


· Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang berada di sekitar Anda.


Evakuasi:


· Tempat-tempat pengungsian biasanya telah diatur oleh pemerintah daerah. Pengungsian perlu dilakukan jika kebakaran meluas akibat gempa bumi. Pada prinsipnya, evakuasi dilakukan dengan berjalan kaki dibawah kawalan petugas polisi atau instansi pemerintah. Dengarkan informasi:





· Saat gempa bumi terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yang benar dari pihak berwenang, polisi, atau petugas PMK. Jangan bertindak karena informasi yang tidak jelas.






Inneke aulia


XII IPA 4